Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) pada Unit Layanan Pengadaan (ULP)

Terminologi Pengetahuan (Knowledge) pertama kali diperkenalkan oleh Henry pada tahun 1974 yang mengungkapkan adanya perbedaan makna dan adanya transisi dari data, informasi hingga menjadi knowledge (Wallace, 2007). Adapun istilah manajemen pengetahuan (knowledge management) yang dikenal luas di dunia bisnis adalah suatu pengelolaan sumber daya untuk dapat menangkap, menyimpan, menyebarluaskan dan menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki organisasi untuk menjadikan organisasi lebih baik dari waktu ke waktu (Smith, 1971 dalam Wallace 2007; Dalkir, 2005; Nonaka dan Takeuchi, 1995).

Manajemen pengetahuan saat ini tidak hanya dikenal dalam perusahaan swasta (private sector) tetapi juga sudah dikenal pada organisasi pemerintahan (public sector). Setiadi, dkk (2011)  mengungkapkan bahwa penerapan manajemen pengetahuan di organisasi pemerintahan hampir sama dengan organisasi swasta. Perbedaannya, organisasi swasta tujuanya adalah profit, sedangkan organisasi pemerintahan tujuan akhirnya adalah peningkatan layanan publik.Sejumlah literatur menunjukkan bahwa organisasi pemerintahan telah menginisiasi penerapan manajemen pengetahuan (Syed-Ikhsan dan Rowland, 2004; Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2011; Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2012). Penerapan manajemen pengetahuan pada organisasi pemerintahan ditujukan untuk mempermudah proses penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, dan berbagi-tukar pengetahuan (knowledge sharing), menutup kesenjangan pengetahuan antara satu karyawan dengan karyawan lainnya dan meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengelola aset intelektual, pengetahuan dan pengalaman yang ada (Bappenas, 2011; Ningky, 2010).

Penerapan manajemen pengetahuan, khususnya pada organisasi pemerintahan di Indonesia sampai awal tahun 2012 belum masif karena baru dikeluarkannya pedoman pelaksanaan program menajemen pengetahuan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi pada tahun 2011. Selain itu, penerapan manajemen pengetahuan belum menyentuh ke unit-unit organisasi pemerintahan, yakni Kantor/Lembaga/Pemerintah Daerah/Instansi (K/L/D/I). Penerapan manajemen pengetahuan masih diperuntukkan untuk Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional (UPRBN) dalam mengelola forum manajemen pengetahuan yang dapat dimanfaatkan sebagai knowledge sharing yang berguna baik dalam perumusan kebijakan reformasi birokrasi nasional dan juga sebagai benchmarking bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2011).

Penerapan manajemen pengetahuan yang dilakukan UPRBN tentu belum bisa memberikan hasil yang optimal dalam mengelola pengetahuan organisasi pemerintah. Idealnya, penerapan manajemen pengetahuan langsung diterapkan pada seluruh atau sebagian K/L/D/I yang banyak mengelola pengetahuan dalam bentuk inovasi atau peraturan-peraturan. K/L/D/I yang banyak mengelola inovasi atau peraturan-peraturan. Manajemen pengetahuan di sini diperlukan agar organisasi mampu melaksanakan fungsinya secara efektif akibat tidak adanya gap pengatahuan pada setiap elemen organisasi.

Salah satu organisasi pemerintah yang relevan menerapkan manajemen pengetahuan adalah lembaga pengadaan (procurement) (Bappenas, 2011). Lembaga pengadaan ini adalah Unit Layanan Pengadaan (ULP), yakni unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada (Republik Indonesia, 2010). ULP relevan menerapkan manajemen pengetahuan karena dalam melaksanakan tugasnya, staf ULP harus memiliki pengetahuan yang utuh terhadap semua aturan-aturan Pengadaan Barang/Jasa dan best practice dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. Kurangnya pengetahuan staf ULP terhadap kedua aspek tersebut, terkadang menyebabkan staf ataupun pimpinan lembaga pemerintah terjebak dalam kasus hukum.

Selain karena ULP mengelola pengetahuan yang sangat dinamis dari waktu-kewaktu, struktur organisasi ULP dikelola oleh gabungan orang-orang dari berbagai instansi sehingga budaya (culture) berbagi (sharing) pengetahuan mutlak diperlukan untuk menjadikan pemahaman setiap staf menjadi utuh. Disamping itu, struktur organisasi yang relatif ramping dan baru terbentuk di semua wilayah menjadikan ULP relatif mudah untuk menerima penerapan sistem manajemen pengetahuan, dan ini tentunya berbeda dengan organisasi yang telah lama terbentuk yang terkadang memiliki retensi terhadap perubahan atau penggunaan sistem baru. Dengan demikian, apabila pemerintah hendak menerapkan manajemen pengetahuan pada K/L/D/I maka ULP adalah salah satu organisasi yang sangat relevan untuk segera menerapkannya.

Penerapan manajemen pengetahuan pada ULP memerlukan persiapan yang baik. Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan, ada tiga tahapan utama dalam implementasi manajemen pengetahuan, yakni tahap perencanaan, tahap implementasi, dan tahap evaluasi serta penyempurnaan manajemen pengetahuan (Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2011). Tahap perencanaan tersebtu tersusun dari sejumlah tahapan: (1) Identifikasi konteks manajemen pengetahuan dalam organisasi; (2) Identifikasi praktek manajemen pengetahuan dalam organisasi; (3) Identifikasi dan melakukan analisis terhadap para pemangku kepentingan; (4) Perumusan strategi manajemen pengetahuan; (5) Pengembangan strategi manajemen perubahan; dan (6) Pengembangkan strategi implementasi manajemen pengetahuan.

Panjangnya tahapan penerapan manajemen pengetahuan mengindikasikan bahwa manajemen pengetahuan tidak dapat serta merta langsung diterapkan di ULP. Selain itu, oleh karena staf ULP tidak semuanya memahami konsep manajemen pengetahuan, maka diperlukan pihak lain di luar ULP yang dapat membantu penerapan manajemen pengetahuan. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud mengkaji tahap perencanaan manajemen pengetahuan untuk ULP. Melalui kajian ini diharapkan membantu secara khusus ULP dan secara umum Pemerintah Indonesia untuk melihat lebih teknis apa-apa yang perlu dipersiapkan dalam penerapan manajemen pengetahuan pada level K/L/D/I.