Bahasa Kiasan di Indonesia
Bangsa Indonesia menurut saya sering menggunakan bahasa kiasan. Mungkin ini karena kita adalah bangsa melayu yang secara historis dan kultural memiliki kesenangan menggunakan bahasa-bahasa kiasan. Kita mengenal istilah pantun, majas, dan sebagainya yang merupakan salah satu bentuk aplikasi bahasa kiasan. Belum lagi kita menemukan istilah konotasi, denotasi, dan sebagainya dalam penggunaan sehari-hari.
Kalau menilik bahasa kiasan atau “icon” yang kita gunakan sekarang, sebagian besar sudah muncul/ada sejak zaman lampau. Ada juga bahasa kiasan yang muncul saat-saat ini, tapi menurut saya sedikit jumlahnya. Kalau saya mengamati, munculnya bahasa kiasan tersebut tidak dilakukan dengan asal, tapi benar-benar dengan suatu pengamatan mendalam terhadap objek yang dijadikan “KIASAN/ICON” bagi objek yang lain.
Kita mengkiaskan atau memberikan ikon “Buaya” pada suatu objek, tentunya tidak terlepas dari karakteristik yang sama antara “buaya sebenarnya” dengan objek tersebut. Anehnya, bagaimana orang dulu bisa mengamati secara detail kesamaan-kesamaan tersebut. Misal, buaya odalah hewan ganas yang suka memakan hewan atau bahkan manusia. Objek “manusia” yang diberi ikon buaya biasanya juga suka “memakan/mematikan” manusia lain. Buaya itu terlihat tenang, pendiam, gak banyak gerak, tetapi sekali siap menghadapi mangsa, maka gak peduli apapun caranya akan dilakukan. Nah, karakter ini juga biasanya muncul pada objek “manusia” yang diberi ikon buaya.
Satu hal lagi yang masih saya belum mengerti. Mengapa sampai orang dulu mengambil ikon “AIR MATA BUAYA” sebagai sesuatu yang tidak baik, alias dusta. Apa iya mereka sempat mengamati bahwa buaya itu punya air mata alias “menangis” ???. Trus bagaimana hal tersebut menjadi kiasan bagi objek “manusia” yang melakukan kedustaan ???.